Kamis, 19 Juli 2018

For My Beloved Baby

FOR MY BELOVED BABY


Saya tidak bermaksud mencari simpatik publik, atau membesar2kan sesuatu..
Saya menulis hanya untuk berbagi dan berusaha untuk lebih tenang..

IUFD? Istilah yg tidak pernah saya dengar sama sekali, tau ataupun tidak tapi akhirnya saya merasakannya..

Masih teringat dg jelas, tendangan2 lembut buah hati kami di dalam perut, Masih teringat jg senyum bahagia suami setiap kali berkomunikasi dengan bayi kecil kami..

Harapan besar ku panjatkan seiring semakin besarnya janin yang tumbuh dalam rahimku. Hati berbunga membayangkan hari2 yang akan kita lalui. Begitu ceria merasakan saat2 itu semakin hari semakin dekat. Tapi anakku, ketetapan Allah berkata lain. Harapku tidak mewujud dalam dirimu. Kau terhenti tepat 6 bulan setelah semua doaku kutuang lewat catatan ini..

Sabtu, 9 Juni 2018. Mendadak aku mengelurakan flek, suami bergegas mengantarku ke bidan.
Sesampainya disana akupun disuruh berbaring. Diperiksanya perutku dengan dopler. Satu menit berlalu.

“Bagaimana bu?” tanyaku cemas.

“Sebentar ya mbak, saya masih mencari detak jantungnya.”

Sepuluh menit berlalu. Aku dan suami semakin cemas. Bu bidanpun menampakkan raut wajah khawatir. Akhirnya bu bidan terduduk. Aku bangun dan duduk disamping suamiku. Tangan ini erat menggenggam jemarinya.

"Sebaiknya kita sekarang ke klinik terdekat untuk USG agar lebih jelas".

Bu bidan seolah menutupi apa yang terjadi pada bayiku. Aku takut. Keringat dingin mulai keluar. Kuelus perut ini dengan lembut,namun tak ada reaksi sama sekali dari bayiku..

Pukul 16.00 kami tiba di klinik. Tak lama menunggu antrian namaku dipanggil.
Akupun langsung berbaring. Seorang suster memasang alat USG diperutku. Seluruh pandangan kami tertuju pada layar LCD. Tak lama stelah itu Buk bidan mulai memeriksaku dg teliti, dan terucap dari bibirnya..

“sudah nggak ada ini, ga ada tanda2 pergerakan sedari tadi, detak jantung juga tak ditemukan.”

Tak ada yang bisa kuucapkan. Hanya air mata yang mewakili seluruh perasaanku. Kulihat suami yang nampak begitu kecewa dan sedih.

“Janin ibu sudah meninggal beberapa hari ini. Apa ibu tidak merasakan ada gejala seperti mules?” ucap bidan.

“Enggak buk, saya baik-baik saja.” jawabku gemetar.

“Ibuk yang sabar ya. Sebaiknya langsung ke spesialis
Namanya manusia pasti ada salahnya ya bu , karna ini baru pendapat dari saya". Ucap bidan.

Suamiku hanya terdiam. Matanya memerah menahan air mata. Semua terjadi begitu cepat.

Pukul 20.00 kami tiba di rumah sakit. Akupun langsung masuk UGD. Tak lama menunggu namaku dipanggil.
Malam itu, kami berdua bergegas ke kamar praktik USG. Masuk ruang praktik dengan kekhawatiran yang tak dapat kami sembunyikan. Dokter Aldi mendengarkan cerita suami, lalu memintaku berbaring untuk di-USG. Semua mata memperhatikan layar USG.

“Iya buk,,, maaf. Detak jantung janin memang sudah tidak ada. IUFD”

“ibuk bapak yang sabar ya. Semua sudah menjadi takdir Allah, suatu saat pasti diganti dengan yang lebih baik.” dokter berusaha menenangkanku.

Selesai berbincang dengan dokter kami keluar ruangan, akhirnya kami diantar ke kamar oleh perawat dan menunggu dokter..

Pukul 22.00 Wib. Dokter masuk ke kamar kami dengan beberapa perawat.

“Bu, saya kasih obat perangsang pembuka jalan lahir ya. Pemberian obat ini secara bertahap. Jadi jika besok atau lusa sudah terjadi pembukaan maka akan dilaksanakan lahiran spontan.” penjelasan dokter.

Aku hanya mengangguk. Tak ada yang bisa kuperbuat lagi. Hatiku telah hancur.

Malam semakin larut. Tak bisa mata ini terpejam. Begitu pula suami dan kedua ibu ku yang menunggu disampingku. Aku tak merasakan kepergian bayiku. Ia bahkan tak memberi pertanda apapun jika sudah tak ingin bersamaku.
Berbagai pertanyaan menghantui pikiran ini. Bagaimana mungkin bayiku bisa meninggal tanpa aku merasakan gejala apapun.

Antara jam 23.00 dan jam 24.00 malam aku tak dapat tidur. Kontraksi 15 menit sekali. Setiap rasa tegang di perut datang aku masih coba untuk tenang dan mengatur nafas. Suami pun ikut terjaga. Darah sudah semakin banyak. Suster jaga memeriksa kondisiku, dan mengatakan masih bukaan 1. Aku diminta beristirahat. Beberapa kali suami membujukku untuk tidur. Tapi mata sepertinya sudah tak punya kantuk.

Setiap perut menegang keras, hati selalu sakit. Tak bisa membayangkan apa yang dialami raga anakku di dalam rahim. Dan hari-hari itu seperti mimpi buruk. Bertanya-tanya kapan anakku ini bisa dilahirkan. Bertanya-tanya apa sebenarnya peyebab IUFD-ku. Bertanya-tanya ada di mana anakku saat itu.

Malam itu sambil jalan mondar-mandir aku coba relaksasi semampuku. Walau aku tahu bayi ini sudah tak bernyawa, dan ya ada air hangat pecah keluar dari jalan lahir, ibu bilang itulah air ketuban, sementara suster membersihkan ceceran air ketuban dilantai itu akupun disuruh beristirahat..

Induksi via infus kedua pun dilakukan pukul 03.00 Wib kontraksi makin sering, saya elus perut "dek, bantu bunda ya nak". Cobaan datang kembali, dimana kamar bersalin bilik sebelah saya seorang ibu melahirkan bayi dg suara tangis yg menggetarkan, airmata tak kuasa saya bendung, saya membangunkan suami saya yang mulai tidak enak badan. Suami menenangkan dan memeluk saya..

Kembali mencoba rileks, kontraksipun menjadi 4 menit sekali hingga 3 menit sekali. Jam 06.00 aku mulai gelisah. Kaki mendadak lemas, badan menggigil luar biasa. Mencoba tenang dan atur nafas sambil membaca dzikir dan doa yang kuingat. Aku merasa mulas, Perut terasa menegang, rupanya begini rasa ibu yang hendak melahirkan. Ibu memintaku mengatur nafas, tapi rupanya rahimku kembali kontraksi.

Dengan posisi lutut dilipat, tangan memegang pinggiran ranjang, kepala sedikit menunduk ke arah jalan lahir, tanpa benar-benar mengejan kuat bayiku lahir.
Hampa. Tak ada tangis bayi. Hati begitu kosong.
Bidan membantuku lagi untuk mengeluarkan ari-ari yang masih di dalam. Kali ini aku perlu sedikit mengejan. Dan sebentar saja, ari-ari itu keluar juga.

Sabtu, 10 Juni 2018 saat orang2 bergembira akan menyambut hari raya idul fitri. jam 06.30 Wib. Anakku pun lahir.
Dokter yang baru tiba, segera memeriksa kondisi rahimku. Mengobservasi kondisi bayi, Dan berakhir sudah penderitaan bayiku kecilku.

Jam 09.00 barulah dokter datang untuk melakukan curatase, karna memang rahim ku belum bersih total, akupun dibius total sehingga tidak merasakan apapun sampai aku tersadar kembali..

Hari itu aku menjadi ibu. Walau tak ada bayi yang kugendong. Hari itu aku menjadi ibu. Walau tanpa tangis bayi. Hari itu aku menjadi ibu. Walau Dira tak dapat memanggilku “Bunda”.

"YaAllah, alhamdulillah engkau telah memberi ku kesempatan untuk bersamanya walau hanya 24 minggu, titip jaga dia untukku, aku tau, aku dan suami punya tabungan pahala di surgaMu, seorang bayi mungil tidak berdosa yang sangat kami cintai, semoga kami bisa terus belajar IKHLAS dan berHUSNUDZON atas semua kehendakMu"

Aamiin..

For my beloved baby
Dira Safwan Alrasyid ❤

Kamis, 21 Februari 2013

Hanya Aku Saja

 HANYA AKU SAJA



Melamun....?
Merenung ....?
Menyesal .....?
 Mengulang waktu.....?
Memperbaiki....?
Marah ...?

Apakah cacat ini kan sembuh jika ku melamun?
Apakah semua akan membaik jika ku merenung?
Apakah perbuatanku dulu hilang dengan penyesalanku?
 ...
Apakah mungkin waktu dapat bereingkarnasi?
Apakah aku dapat memperbaiki bekas yang tak mungkin hilang ini?
Apakah aku harus marah pada masa lalu kelamku?

Bagaimana cara merubahnya?
Bagaimana?
Aku tak mampu kehilanganmu
Aku tak mampu hidup tanpa nafasku

Semuanya tak ada guna
Seberapa pun aku berusaha
Masa lalu takkan berubah sedikitpun
Harus Iklaskah menerima kenyataan
walaupun insan lain tak mampu menerimanya

aku yang harus belajar iklas?
apakah anya aku ?
Hanya aku ?
Hanya aku ?
Hanya aku ?
Aku sendiri :’)



By. Aa yang tak mungkin sanggup melupakanmu

Waktuku Tak Mau Menunggu

WAKTUKU TAK MAU MENUNGGU


Waktu ku selalu berjalan
Dia tak mengenal apapun
Penggaris pengukur waktu dapat berhenti
Tapi waktu itu sendiri akan terus berjalan
Walau tak satu bola mata pun melihat
Walau tak satu insan pun memperhatikannya

Lelah dan letih tak dikenalnya
Bahagia atau duka diabaikannya
Semangat atau terpuruk tak menjadi bebannya
Tak menjadi Beban tuk terus berjalan maju

Mimpiku sekian detik lagi harus menjadi nyata
Targetku sekian langkah lagi harus tercapai

Mengapa waktu tak berhenti
Saat aku tak bergerak mencapainya
Mengapa kau tak kunjung lelah
Saat aku bersinggah menghirup nafas semangat
Nafas semangat yang telah terhapus keringat

Tunggu aku waktu
Tunggu aku
Aku takut mimpi itu tak menjadi nyata
Aku takut bila saatnya nanti target itu tak tercapai



by. aa yang selalu mengharapkan dd nya kembali